Jumat, 18 Desember 2009

Kromatografi gas

MAKALAH KROMATOGRAFI

GC

Oleh:


Hafidz Husni Saepudin/080234


FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

CILEGON

2009

Pendahuluan

Pemisahan komponen menjadi komponen-komponennya adalah penting dalam semua cabang ilmu kimia dan tidak lebih kurang halnya dalam banyak bidang yang lain, yang telah mempergunakan teknik-teknik kimia untuk memecahkan berbagai permasalahan yang luas. Dalam hubungan ini, arti kromatografi hamper tidak dilebih-lebihkan. Dengan cara kromatografik, pemisahan dalam banyak keadaan dilakukan lebih cepat dan efektif daripada sebelumnya dan banyak pemisahan secara rutin dapat berhasil yang kiranya tidak akan dapat diusahakan dengan teknik-teknik lain.

Pendobrakan-pendobrakan yang dilakukan dengan cara-cara kromatografik antara lain, dalam mendapatkan pengertian tentang strktur dan fungsi enzim dan protein-protein yang lain dalam bidang penelitian biologik. Penilaian pencemaran udara dan air, penentuan sisa-sisa pembasmi hama pada buah-buahan dan sayur-sayuran, pengenalan dan pengelompokan bakteri, pengawasan terhadap gas-gas pernafasan selama pembiusan, dan lain-lain. Dari semua studi demikian yang berdasarkan kromatografi akan merupakan daftar yang pasti berkepanjangan.

kromatografi gas digunakan untuk memisahkan senyawa kimia dalm campuran kimia. Cairan dan padatan yang dapat diubah menjadi keadaan gas, juga dapat dipisahkan dengan menggunakan metode ini. Bensin adalah contoh cairan yang bisa dipisahkan menjadi komponennya menggunakan kromatografi gas.

Definisi

Secara etimologi, Kromatografi berasal dari bahasa yunani yang berarti ‘warna’ dan ‘tulis’.

kromatografi gas (GC), merupakan jenis kromatografi yang digunakan dalam kimia organik untuk pemisahan dan analisis, Oleh karena itu, senyawa-senyawa kimia yang akan dipisahkan haruslah dalam bentuk gas pula. GC dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari bahan tertentu, atau memisahkan berbagai komponen dari campuran. Kromatologi gas memisahkan suatu campuran berdasarkan kecepatan migrasinya di dalam fasa diam yang dibawa oleh fasa gerak. Sedangkan perbedaan migrasi ini disebabkan oleh adanya perbedaan interaksi diantara senyawa-senyawa kimia tersebut (di dalam campuran) dengan fasa diam dan fasa geraknya. Interaksi ini adalah adsorbsi, partisi, penukar ion dan jel permiasi.

Kromatografi gas ini banyak digunkan untuk senyawa-senyawa yang mudah dirubah ke dalam bentuk gas atau yang mempunyai titik didih rendah. Misalnya senyawa-senyawa monoterpen, diterpen, fraksi minyak bumi dan sebagainya. Yang penting senyawa tersebut mudah dirubah ke dalam bentuk gas dan tidak rusak selama dalam bentuk gasnya. Dalam beberapa situasi, GC dapat membantu dalam mengidentifikasi sebuah kompleks.

Menurut keulemans Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, dimana komponen-komponen yang dipisahkan di distribusikan di antara dua fasa, lapisan stasioner dan cairan yang merembes pada lapisan tersebut

Peralatan Dasar untuk GC



gambar kg


Gambar 1.1 Peralatan Dasar Kromatografi

Gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan melalui kolom yang berisi fasa diam. Cuplikan yang berisi campuran yang akan dipisahkan disuntikkan ke dalam aliran gas tersebut. Kemudian cuplikan dbawa oleh gas ke dalm kolom dan dilam kolom terjadi proses pemsahan. Komponen-komponen campuran yang telah terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom. Suatu detector diletakkan di ujung kolom untuk mendeteks jenis maupun jumlah tiap komponen dalam campran. Hasl pendektesian direkam dengan rekorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak. Jumlah peak yang dihasilkan menyatakan jumlah senyawa yang terdapat dalam campuran.

Teori

Faktor Kapasitas

Faktor kapasitas merupakan suatu ukuran interaksi suatu senyawa dengan fasa diam

yang diformulasikan sebagai berikut:

K’ : faktor kapasitas

tr : waktu retensi yaitu waktu yang diperlukan oleh suatu senyawa yang berinteraksi dengan fasa diam untuk meninggalkan kolom

t0 : waktu yang dibutuhkan oleh senyawa ynag tidak berinterksi dengan fasa diam untuk meninggalkan kolom

Senyawa-senyawa yang mempunyai harga factor kapasitas tinggi menunjukan

senyawa tersebut berinteraksi dengan fasa diam secara kuat. Sebaliknya senyawa-senyawa

yang mempunyai harga factor kapasitas rendah menunjukan senyawa yang berinteraksi

secara lemah.

Selektivitas

Secara umum, selektivitas dapat diartikan sebagai ukuran keterpilihan yang diformulasikan sebagai berikut:

Α adalah selektivitas k’1 dan k’2 adalah masing-masing factor kapasitas senyawa 1 dan senyawa 2. Harga selektivitas dapat sama dengan satu atau lebih besar dari satu. Bila harga

α = 1 berarti senyawa 1 dan 2 keluar bersama-sama. Dengan kata lain senyawa 1 tidak dapat dipisahkan dari senyawa 2. Sebaliknya bila harga α > 1maka senyawa 1 keluar lebih cepat dari pada senyawa 2. Semakin besar harga α semakin baik proses pemisahannya.

Dalam kromatografi gas, persamaan 1.2 dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mempertimbangkan sifat-sifat gas sehingga selektivitas dapat difomulasikankembali sebagai berikut:

Untuk fasa diam cair maka

[L]1 menyatakan konsentras zat cair dan [G]1 menyatakan konsentrasi gas sementara ; X1 menyatakan faksi mol, ns menyatakan solute dan Vl menyatakan volume fasa diam. Berdasarkan hokum gas PV = nRT maka ; n adalah jumlah mol, V adalah volume, P adalah tekanan, R tetapan gas, dan T suhu dalam derajat Kelvin. Berdasarkan Roult: P = γPoX Dengan catatan P adalah tekanan parsial , γ adalah koefisien aktifitas, Po adalah tekanan uap murni, X adlah frksi mol maka selanjutnya

Berdasarkan uraian di atas maka persamaan 1.4 dapat dituliskan dengan cara lain sebagai berikut:

Dengan cara serupa data diperoleh

Dengan mendistribusikan persamaan 1.5 dan 1.6 ke dalam persamaan 1.3 maka dapat diperoleh formula selektivvitas dalam bntuk lain sebagai berikut :

Berdasarkan persamaan 1.57 terlihat bahwa selektivitas dipengaruhi oleh koefisien aktifitas (γ) dan tekanan uap (Po). Koefisien aktifitas menggambarkan interaksi solute dengan fasa diam. Sedangkan tekanan uap berhubungan dengan suhu sehingga dalam prakteknyasuhu eksperimen dapat divariasikan untuk mendapatkan selektivitas yang tinggi. Jadi selektivitaspemisahan dengan kromatografi gas dapat dioptimalkandengan mengontrol fasa diam dan fasa suhu.

Efisiensi

Tingkat efisiensi pemisahan dengan kromatografi gas tercermin pada peak –peak kromatogram yang dihasilkan. Semakin lebar suatu peak kromatogram maka dapat dikatakan pemisahan semakin kurang efisien. Secara kuantitatif , efisiensi ini dapat dijelaskan dengan teori plat, bayangkanlah bahwa dalam proses kromatografi terjadi kesetimbangan distribusi diantara fasa gerak dan fasa diam ketika solute bergerak melalui kolom. Dengan kata lain, kromatografi merupakan proses ekstraksi yang berkesinambungan. Masih ingatkah proses ekstraksi? Semakin banyak proses ekstraksi dilakukan maka semakin sempurna pemisahan. Teori plat dapat diartikan bahwa sepanjang kolom terjadi proses ekstraksi sebanyak N kali. Perhitungan harga N didasarkanpadaa asumsi bahwa peak kromatogram berbentuk kurva Gaussian seperti terlihat pada gambar 1.2

C:\Documents and Settings\Khairal Irhas\Local Settings\My Documents\My Pictures\j.bmpC:\Documents and Settings\Khairal Irhas\Local Settings\My Documents\My Pictures\diagram.bmp

C:\Documents and Settings\Khairal Irhas\Local Settings\My Documents\My Pictures\j.bmp

Gambar 1.2 kromatogram ideal bentuk Gaussian

Dengan mengukur waktu retensi dan lebar peak maka jumlah plat teoritik dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Tr adalah waktu retensi dan σ adalah standar deviasi. Secara praktis, standar deviasi (σ) dapat diganti dengan lebar peak (w)

Efisiensi pemisahan dapat juga dinyatakan dalam bentuk parameter lain HETP (height equivalent teoritical plate) yang difomulasikan sebagai berikut:

L menyatakan panjang kolom . kebalikan dari harga N, semakn kecil harga HETPN semakin efisien. Oleh karena pemisahan terjadi di dalam kolom maka efisiensi pemisahan berarti menggambarkan baik atau jeleknya suatu kolom.

Efisiensi pemisahan erat hubungannya dengan mekanisme perjalanan solute –solut yang mempengaruhi efisiensi. Pertama, untuk keluar dari kolom solute-solut dapat mengambil, jalan atau celah yang berbeda di dalam fasa diam. Sebagian solut mengambil jalan terpendek dan sebagian solute mengambil jalan berbelok-belok sehingga sebagian solute sampai tujuan lebih cepat dari yang lain. Akibat perbedaan waktu kedatngan di detector menyebabkan peak kromatogram melebar atau kurang efisien. Mkanisme ini dinamakan difusi Eddy (Eddy diffusion). Kedua, solut-solut berkecenderungan untuk berdifusi ke segala arah. Semakin lama solute berada dalam kolom maka semakin besar pula kecenderungan berdifusi dan hal ini mengakibatkan melebarnya peak kromatogarm Mekanisme yang kedua ini dinamakan difusi longitudinal (longitudinal diffusion) . Difusi longitudinal terutama terjadi pada kromatografi gas karena difusi dalam gas 104 lebih cepat dari pada dalam zat cair. Ketiga,sebagian solute berada dalam fasa gerak dan sebagian lafi berada dalam fasa diam. Bila fasa gerak mengalir secara cepat sementara solute tidak dapat keluar dari fasa diam secara cepat maka sebagian solute tertinggal saat mencapai detector . Hal ini mengakibatkan melebarnya peak kromatogram. Sekaligus membuat pemisahan tidak efisien. Mekanismeketiga ini dinamakan transfer masa (mass transfer).

Resolusi

Tujuan utama dari kromatografi adalah mendapatkan pemisahan yang sempurna. Derajat pemisahan (Rs ) dalam kromatografi dinyatakan dengan istilah resolusi yang diformulasikan sebagai berikut:

Berdasarkan persamaan 1.10 terlihat bahwa resolusi dipengaruhi oleh tiga factor yaitu efisiensi (N), selektivitas (α), dan retensi (k’).

Segi-Segi Kromatologi Gas

Gas-Pembawa

Bermacam-macam gas telah digunakan dalam KGC, misalnya, hydrogen, helium, helium, memungkinkan difusi yang lebih longitudinal dari solute, yang cenderung menurunkan efisiensi kolom, terutama pada laju arus yang lebih rendah. Maka nitrogen mungkin merupkan suatu pilihan yang lebih baik untuk gas-pembawa agar dapat dilakukan suatu pemisahan yang benar-benar sukar. Tambahan pula nitrogen lebih mueah dari pada helium dan lebih aman dalam laboratorium dari pada hydrogen. Akan tetapi ada perimbangan lain, yaitu cirri-ciri detectornya. Jelas layak bahwa tanggapan terhadap gas-pembawa yang selalu ada.

Pengambilan Bahan

Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada mesin menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan karet tebal (Lempengan karet ini disebut septum) yang mana akan mengubah bentuknya kembali secara otomatis ketika semprit ditarik keluar dari lempengan karet tersebut.

Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol. Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya.

Ada dua tipe utama kolom dalam kromatografi gas-cair. Tipe pertama, tube panjang dan tipis berisi material padatan; Tipe kedua, lebih tipis dan memiliki fase diam yang berikatan dengan pada bagian terdalam permukaannya.

Untuk menyederhanakan, kita akan melihat pada kolom terpadatkan. Kolom biasanya dibuat dari baja tak berkarat dengan panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter internal sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat disesuakan dengan oven yang terkontrol secara termostatis. Kolom dipadatkan dengan tanah diatomae, yang merupakan batu yang sangat berpori. Tanah ini dilapisis dengan cairan bertitik didih tinggi, biasanya polimer lilin.

Temperatur kolom

Temperatur kolom dapat bervariasi antara 50oC sampai 250oC. Temperatur kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven, sehingga beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal kolom

Dalam beberapa kasus, seperti yang anda akan lihat pada bagian bawah, kolom memulai pada temperatur rendah dan kemudian terus menerus menjadi lebih panas dibawah pengawasan komputer saat analisis berlangsung.

Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam campuran yang diinjeksikan pada kolom:

· Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

· Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

· Molekul dapat tetap pada fase gas

Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen.

Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom. Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas, meskipun temperatur dibawah 100oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih sedikit selama berada didalam kolom.

Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair. Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang lainnya. Senyawa yang lebih mudah larut akan menghabiskan waktunya untuk diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka larut akan menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas.

Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan dalam satu pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai partisi. Sekarang, anda bisa beralasan untuk memperdebatkan bahwa gas seperti helium tidak dapat dijelaskan sebagai “pelarut�. Tetapi, istilah partisi masih dapat digunakan dalam kromatografi gas-cair.

Anda dapat mengatakan bahwa substansi antara fase diam cair dan gas. Beberapa molekul dalam substansi menghabiskan waktu untuk larut dalam cairan dan beberapa lainnya menghabiskan waktu untuk bergerak bersama-sama dengan gas.

Detektor

Ada beberapa tipe detektor yang biasa digunakan. Detektor ionisasi nyala dijelaskan pada bagian bawah penjelasan ini, merupakan detektor yang umum dan lebih mudah untuk dijelaskan daripada detektor alternatif lainnya.

Detektor ionisasi nyala

Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elektron dapat dideteksi.

Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam detektor.

G:\other\Kromatografi Gas-Cair _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia __files\gas2.gif

Gambar 1.3 detektor ionisasi nyala

Jika tidak terdapat senyawa organik datang dari kolom, anda hanya memiliki nyala hidrogen yang terbakar dalam air. Sekarang, anggaplah bahwa satu senyawa dalam campuran anda analisa mulai masuk ke dalam detektor.

Ketika dibakar, itu akan menghasilkan sejumlah ion-ion dan elektron-elektron dalam nyala. Ion positif akan beratraksi pada katoda silinder. Ion-ion negatif dan elektron-elektron akan beratraksi pancarannya masing-masing yang mana merupakan anoda.

Hal ini serupa dengan apa yang terjadi selama elektrolisis normal.

Pada katoda, ion positif akan mendatangi elektron-elektron dari katoda dan menjadi netral. Pada anoda, beberapa elektron dalam nyala akan dipindahkan pada elektroda positif; ion-ion negatif akan memberikan elektron-elektronnya pada elektroda dan menjadi netral.

Kehilangam elektron-elektron dari satu elektroda dan perolehan dari elektroda lain, akan menghasilkan aliran elektron-elektron dalam sirkuit eksternal dari anoda ke katoda. Dengan kata lain, anda akan memperoleh arus listrik.

Arus yang diperoleh tidak besar, tetapi dapat diperkuat. Jika senyawa-senyawa organik lebih banyak dalam nyala, maka akan banyak juga dihasilkan ion-ion, dan dengan demikian akan terjadi arus listrik yang lebih kuat. Ini adalah pendekatan yang beralasan, khususnya jka anda berbicara tentang senyawa-senyawa yang serupa, arus yang anda ukur sebanding dengan jumlah senyawa dalam nyala.

Kekurangan detektor ionisasi nyala

Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang keluar dari kolom sebagaimana yang terdeteksi. Jika anda akan mengrimkan hasil ke spektrometer massa, misalnya untuk analisa lanjut, anda tidak dapat menggunakan detektor tipe ini.

Penerjemahan hasil dari detektor

Hasil akan direkam sebagai urutan puncak-puncak; setiap puncak mewakili satu senyawa dalam campuran yang melalui detektor. Sepanjang anda mengontrol secara hati-hati kondisi dalam kolom, anda dapat menggunakan waktu retensi untuk membantu mengidentifikasi senyawa yang tampak-tentu saja anda atau seseorang lain telah menganalisa senyawa murni dari berbagai senyawa pada kondisi yang sama.

G:\other\Kromatografi Gas-Cair _ Chem-Is-Try.Org _ Situs Kimia Indonesia __files\gas3.gif

Gambar 1.4 Hasil Kromatogram

Area dibawah puncak sebanding dengan jumlah setiap senyawa yang telah melewati detektor, dan area ini dapat dihitung secara otomatis melalui komputer yang dihubungkan dengan monitor. Area yang akan diukur tampak sebagai bagian yang berwarna hijau dalam gambar yang disederhanakan.

Perlu dicatat bahwa tinggi puncak tidak merupakan masalah, tetapi total area dibawah puncak. Dalam beberapa contoh tertentu, bagian kiri gambar adalah puncak tertinggi dan memiliki area yang paling luas. Hal ini tidak selalu merupakan hal seharusnya..

Mungkin saja sejumlah besar satu senyawa dapat tampak, tetapi dapat terbukti dari kolom dalam jumlah relatif sedikit melalui jumlah yang lama. Pengukuran area selain tinggi puncak dapat dipergunakan dalam hal ini.

Kegunaan Kromatografi Gas

Pembatasan utama pada GC ini adalah yang mengenai mudahnya menguap. Contohnya harus memiliki tekanan uap cukup pada suhu kolom, memiliki titik didih rendah, dan tidak rusak dalam bentuk gasnya.

Kebanyakan contoh anorganik tidak cukup menguap untuk memperkenankan penggunaan GC secara langsung, meskipun beberapa penelitian telah dilakukan pada suhu-suhu sangat tinggi dengan menggunakan garam-garam leburan atau campuran eutektik sebagai fasa cair stasioner. Helida dari beberapa unsur seperti timah, titanium, arsen, dan antimony cukup mudah menguap, dan telah di pisahkan dengan GC. Sejumlah logam seperti berilium, alumunium, tembaga, besi, krom, dan kobal telah dapat di GC kan dalam bentuk senyawa-senyawa khelat yang cukup mudah menguap dengan asitelaseton dan turunan yang difluorinasikan. Misalnya aluminium, besi, dan tembaga telah ditentukan dalam logam-campur dengan melarutkan contoh diikuti dengan ekstraksi logam-logamnya ke dalam larutan klorofom dari trifuoroasetilaseton yang kemudian di klamotografikan. Kesalahan-kesalahan relative setingkat 0,2 hingga 3% telah dilaporkan.

Dalam dunia industri alat-alat analisa dapat dipakai untuk memantau atau menganalisa bahan baku, proses dan produk. Contohnya alat kromatografi gas dipakai untuk menganalisa produk dari unit pabrik kimia (chemical plant). Chemical plant ini memproduksi gas nitrogen, oksigen dan hidrogen serta gas mulia dengan bahan baku udara, Produk yang dihasilkan dianalisa bisa menggunakan metode Orsat atau yg canggih pakai kramatografi ini. GC ini juga dipakai untuk analisis kandungan senyawa,material atau komponen dari produk yang bermasalah/reject (biasanya untuk mengetahui adanya kontaminasi atau tidak.

Gc menampilkan diri sebagai terkemuka dalam usahanya untuk mengamati dan mengendalikan disrtibusi zat pencemaran dalam lingkungan.

Sabtu, 21 November 2009

uji kekerasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari logam. Pengujian kekerasan secara luas digunakan dalam proses inspeksi dan control. Salah saru proses yang mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses heat treatment. Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs.

Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan gesekan (wear resistence) harus mempertimbangkan sifat kekerasan logam tersebut. Hubungan kekerasan sebanding dengan kekuatan logam dimana kekerasan suatu logam akan meningkat maka kekutan logam tersebut juga cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding terrbalik dengan keuletan dari logam. Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada logam lunak, namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan bahan yang tinggi belum menjamin bahwa komponen mesin memiliki kekuatan (ketahanan) untuk menerima beban.

1

Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita memaklumi bahwa teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat resikonya tidak terlalu tinggi, sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi mesin berteknologi sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.

Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak hanya ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat banyak ditentukan oleh ketepatan memilih bahan sesuai besarnya pembebanan yang diberikan. Dengan pemilihan bahan yang tepat, akan diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan dijamin kuat untuk menerima beban.

Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk peralatan teknik seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan contohnya piston dan lain sebagainya. Maka penting untuk melakukan praktikum ini untuk memahami seta mempelajari lebih lanjut bagaimana proses pengukuran kekerasan logam khususnya material baja dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell.

1.2 Tujuan Percobaan

Dalam percobaan praktikum kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui kekerasan bahan logam sebagai ukuran ketahanan beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan disini dinyatakan dalam bilangan kekerasan Rockwell.

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui prosedur pegujian serta nilai kekerasan suatu logam. Adapun batasan masalahnya adalah material uji yaitu baja round bar dan baja AISI 1045 dengan uji kekerasan rockwell dengan indentor intan dan bola baja.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan. BAB III menjelaskan mengenai metode penelitian. BAB IV menjelaskan mengenai data percobaan. BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan BAB VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, gambar alat dan bahan yang digunakan serta blangko percobaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan

Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs. Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujian yaitu:

1. Kekerasan goresan (scratch hardness) atau kekerasan mohs.

2. Kekerasan lekukan (indentation hardness) menurut Brinel, Rockwell, Vicker, dan Mikrohardness Tuken atau Knoop untuk logam.

3. Kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness)..

4

Kekerasan goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 2.1 menunjukkan skala dari kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari mempunyai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan martensit 7. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan yang tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas. Cara ini merupakan metode yang sangat berguna untuk mengukur kekerasan relatif kandungan–kandungan mikro, tetapi metode ini tidak memberikan ketelitian yang besar atau kemampu-ulangan yang tinggi.

Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore sceleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.

Tabel 1. Skala Kekerasan Mohs

Mohs Scale of Hardness

Mineral

Scale Number

Common Object

Talc

1

Gypsum

2

Finger nail

Calcite

3

Copper Penny

Fluorite

4

Steel Nail

Apatite

5

Glass Plate

Orthoclase

6

Quartz

7

Streak Plate

Topaz

8

Corundum

9

Diamond

10

2.2 Kekerasan Brinell

Uji lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :

BHN = P = P

(πD/2) (D - √ D2d2) πDt

Dimana P = beban yang diterapkan, kg

D = diameter bola, mm

d = diameter lekukan, mm

t = kedalaman jejak, mm

Satuan dari BHN adalah kilogram per meter kuadrat. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi konsep fisika, karena rumus diatas tidak melibatkan tekanan rata-rata pada permukaan lekukan.Dari persamaan diatas dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini ke dalam persamaan diatas, akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brinell yang lain, yaitu:

BHN = P

(π/2)D2(1- cos )

Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris diperoleh, sejauh besar sudut 2 tidak berubah. Tanpa menjaga P/D2 konstan, yang dalam percobaan sering merepotkan maka BHN akan bervariasi terhadap beban. Pada daerah dengan beban yang beragam, BHN akan mencapai harga maksimum pada beban menengah. Oleh karena itu, tidak mungkin menggunakan beban tunggal untuk mencakup seluruh daerah harga kekerasan yang terdapat pada logam-logam komersial. Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).

2.3 Kekerasan Vickers

Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut:

Dimana :

P = Beban yang digunakan (kg)

d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)

θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o)

Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.

2.4 Kekerasan Rockwell

Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan.

Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.2.a) pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi (Gambar 2.2.b). Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar 2.2.c). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell

HR = Ee (2-7)

Dimana : F0 = beban awal minor (kgf)

F1 = beban tambahan utama (kgf)

F = beban total (kgf)

e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana

E = konstanta yang bergantung pada indentor,

HR = angka kekerasan Rockwell

(c)

(b)

(a)


Gambar 1. Prinsip kerja pengujian kekerasan Rockwell.

Adapun skala kekerasan Rockwell dapat dilihat pada table 2.2 berikut ini:

Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell

Scale

Indenter

Minor Load
F0
kgf

Major Load
F1
kgf

Total Load
F
kgf

Value of
E

A

Diamond cone

10

50

60

100

B

1/16" steel ball

10

90

100

130

C

Diamond cone

10

140

150

100

D

Diamond cone

10

90

100

100

E

1/8" steel ball

10

90

100

130

F

1/16" steel ball

10

50

60

130

G

1/16" steel ball

10

140

150

130

H

1/8" steel ball

10

50

60

130

K

1/8" steel ball

10

140

150

130

L

1/4" steel ball

10

50

60

130

M

1/4" steel ball

10

90

100

130

P

1/4" steel ball

10

140

150

130

R

1/2" steel ball

10

50

60

130

S

1/2" steel ball

10

90

100

130

V

1/2" steel ball

10

140

150

130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain:

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik

2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell.

3. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.

4. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

5. Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.

6. Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan.

7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

Analisa dan Pembahasan

Literatur

Kesimpulan

Data

Pengujian Kekerasan Benda Uji Pada Tiga Titik

Benda Uji

(Round Bar dan Baja AISI 1045)

Pemasangan Indentor Dan Penentuan Beban Tekan


Gambar 2. Diagram Alir Percobaan

12


3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Mesin uji kekerasan Rockwell

2. Obeng

3. Indentor berbentuk intan dan bola baja

3.2.1. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Round Bar

2. Baja AISI 1045

3.3. Prosedur Percobaaan

  1. Mempersiapkan benda uji yaitu round bar dan baja AISI 1045
  2. Memasang indentor bola baja (Diamond Cone Indenter) dengan skala pembebanan 150 kgf dan meletakan benda uji (Round Bar) pada posisi yang benar.
  3. Mengatur posisi jarum pada titik nol pada mesin rockwell.
  4. Melakukan proses pengujian
  5. Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.
  6. Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan
  7. Pengujian Kedua prosedurnya hampir sama bedanya indentor berupa bola baja dengan pembebanan sebesar 100 Kgf.

BAB IV

DATA PERCOBAAN

4.1 Data Percobaan

Tabel 3 Data Percobaan

No

Bahan

Beban

( kgf )

Hardness

Hardness

Rata-rata

37 HRC

1

Round Bar Steel

150

39 HRC

38 HRC

38 HRC

87 HRB

2

Baja AISI 1045

100

87 HRB

39,16 HRB

88 HRB

14


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Data

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk pengujian pertama, material Round Bar dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan (skala C) dengan standar pembebanan 150 Kgf. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 38 HRC. Berikut ini grafik nilai kekerasan pada baja Round Bar dengan uji kekerasan dengan mesin Rockwell skala C.

Gambar 3. Nilai Kekerasan Baja Round Bar Dengan Uji Rockwell Skala C.

Percobaan kedua menggunakan baja AISI 1045 dengan menggunakan indentor bola baja (Steel Bar) dengan diameter 1/16’ dimana didapatkan hasil kekerasan rata-rata 87.3 HRB. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dapat dilihat pada Gambar berikut:

15


Gambar 4. Nilai Kekerasan Baja AISI 1045 Dengan Uji Rockwell Skala B

Tabel 3 menunjukan hubungan pendekatan kekerasan pada baja (Approximate Hardness Relations For Steel).

Tabel 3. Hubungan Kekerasan pada Baja(Approximate Hardness Relations).

Rockwell

Skala C (150Kg)

Skala B (100Kg)

Tensile Strength

37

39

38

50.3

50.3

51

73.5

75

74

87

87

88

65.000 Psi

70.000 Psi

68.000 Psi

86.000 Psi

86.000 Psi

88.000 Psi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kekerasan baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja round bar.Pada baja round bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi, peningkatan nilai kekuatan tarik ini memiliki hubungan dengan kekerasan baja, semakin kuat baja maka nilai kekerasan juga semakin tinggi.


BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yairu:

1. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan rata-rata 87.3 HRB dan baja round bar kekerasan rata-ratanya adalah 38 HRC.

2. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja berbentuk round bar dengan pendekatan terhadap kekuatan tarik dimana pada baja round bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi.

17


DAFTAR PUSTAKA

1. Koswara, Engkos. “Pengujian Logam” Humaniora Utama Press Bandung, Bandung. 1999

2. Djaprie , Sriati . “ Metalurgi Mekanis “ jilid 1 Erlangga , Jakarta . 1992

3. Buku panduan praktikum Laboratorium Metalurgi II FT. UNTIRTA , BANTEN ( 2008)

4. Bradbury, “Dasar Metalurgi Untuk Rekasasawan” PT. Gramedia Pustaka Utama. 1997

5. Djaprie, Sriati. “Teknologi Mekanik” jilid 1 Erlangga, Jakarta. 1992

6. Avner, S.H., “Introduction to Physical Metallurgy”, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.

18


LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Contoh Perhitungan

1. Menghitung rata-rata hardness pada bahan baja AISI 1045 dan baja Round Bar.

a. Baja AISI 1045 kekerasan = 87+88+87 = 87.3 HRB

3

b. Baja Round Bar kekerasan = 37+39+38 = 38 HRC

3

LAMPIRAN B. Jawaban Pertanyaan

1. Jelaskan tentang pengujian kekerasan :

a. Cara goresan Mohs

Adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas.

b. Cara Indentasi menurut BrinNel, Rockwell, Vickers, dan Meyer serta mikrohardness Tuken atau knoop logam

2. Untuk cara Indentasi Brinell adalah pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg.

3. Untuk cara Indentasi Rockwell adalah pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan indentor intan atau bola baja berdiameter 1/16 “ dengan beban awal 10 kgf kemudian ditambahkan beban lain sehingga terjadi penetrasi yang lebih dalam. Setelah beban kedua dihilangkan, dihitung perubahan yang terjadi. Sehingga didapat angka kekerasan Rockwell dari perubahan kedalaman akhir dengan tebal logam.

4. Untuk cara Indentasi Vickers adalah dengan menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar.

5. Untuk cara Indentasi Meyer adalah uji kekerasan berupa pembentukan lekukan pada luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya.

6. Untuk cara Indentasi Knoop adalah intan kasar yang dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1.

7. Jelaskan kerugian metode pengujian secara :

a. Indentasi Vickers

Adalah uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati ; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.

b. Metode skleroskop

Metode ini tidak dapat memberikan nilai yang akurat dalam pengujian terhadap logam yang keras.

8. Bagaimana hubungan antara kekerasan dan ketahanan aus pada logam?

Kekerasan semakin tinggi maka logam terserbut mempunyai ketahanan aus yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil dan dislokasinya lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih sulit.

9. Mengapa terhadap benda uji, beban pengujian kekerasan Rockwell yangdiperlukan dapat berbeda-beda?

Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan penumbuk, maka diperlukan keterangan mengenai kombinasi yang digunakan.

10. Jelaskan cacat-cacat pada jejak uji kekerasan?

Adanya inklusi, dislokasi, dan distorsi yang terjebak pada batas butir yang berbentuk cacat bidang atau cacat dua dimensi.

11. Jelaskan penurunan rumus BHN?

BHN = P

(πD/2) (D - √ D2d2)

Dimana P = beban yang diterapkan, ( kg )

D = diameter bola, ( mm )

d = diameter lekukan, ( mm )

Jika dilihat pada gambar 2.1,dapat diketahui bahwa d = D sin φ. Maka dengan memasukkan harga ini rumus BHN di atas menjadi,

LAMPIRAN C. Gambar Alat dan Bahan

Gambar 5. Mesin Uji Kekerasan

Gambar 6.Round Bar

Gambar 7.Baja AISI 1045