Sabtu, 21 November 2009

uji kekerasan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.

Kekerasan merupakan salah satu sifat mekanik dari logam. Pengujian kekerasan secara luas digunakan dalam proses inspeksi dan control. Salah saru proses yang mempengaruhi kekerasan suatu material adalah proses heat treatment. Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs.

Pemilihan logam yang akan digunakan untuk aplikasi ketahanan gesekan (wear resistence) harus mempertimbangkan sifat kekerasan logam tersebut. Hubungan kekerasan sebanding dengan kekuatan logam dimana kekerasan suatu logam akan meningkat maka kekutan logam tersebut juga cendrung meningkat, namun nilai kekerasan ini berbanding terrbalik dengan keuletan dari logam. Meskipun logam keras dipandang lebih kuat daripada logam lunak, namun yang perlu diperhatikan adalah bahwa tingkat kekerasan bahan yang tinggi belum menjamin bahwa komponen mesin memiliki kekuatan (ketahanan) untuk menerima beban.

1

Berkaitan dengan penggunaan logam keras dan lunak ini, kita memaklumi bahwa teknologi yang berkembang saat ini di negara kita masih dalam tahap pengembangan teknologi tepat guna dan rekayasa industri yang tingkat resikonya tidak terlalu tinggi, sehingga ketelitian dalam perancangan pun menjadi rendah, sebab perancangan konstruksi mesin berteknologi sederhana tentunya jauh berbeda dengan perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi, dan yang pasti perancangan konstruksi mesin berteknologi tinggi memerlukan pengolahan logam yang berkualitas pula.

Dengan demikian, bahan benda kerja yang baik dan berkualitas tidak hanya ditentukan oleh keras atau lunaknya bahan tersebut, tetapi sangat banyak ditentukan oleh ketepatan memilih bahan sesuai besarnya pembebanan yang diberikan. Dengan pemilihan bahan yang tepat, akan diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan dijamin kuat untuk menerima beban.

Pentingnya sifat kekerasan dalam pemilihan material logam untuk peralatan teknik seperti untuk komponen mesin yang mengalami gesekan contohnya piston dan lain sebagainya. Maka penting untuk melakukan praktikum ini untuk memahami seta mempelajari lebih lanjut bagaimana proses pengukuran kekerasan logam khususnya material baja dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell.

1.2 Tujuan Percobaan

Dalam percobaan praktikum kali ini memiliki tujuan untuk mengetahui kekerasan bahan logam sebagai ukuran ketahanan beban terhadap deformasi plastis. Nilai kekerasan disini dinyatakan dalam bilangan kekerasan Rockwell.

1.3 Batasan Masalah

Ruang lingkup dari pengujian kekerasan ini yaitu hanya mengetahui prosedur pegujian serta nilai kekerasan suatu logam. Adapun batasan masalahnya adalah material uji yaitu baja round bar dan baja AISI 1045 dengan uji kekerasan rockwell dengan indentor intan dan bola baja.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan ini dibagi menjadi enam bab. Dimana BAB I menjelaskan mengenai latar belakang, tujuan percobaan, batasan masalah, sistematika penulisan. BAB II menjelaskan mengenai tinjauan pustaka yang berisi mengenai teori singkat dari percobaan yang dilakukan. BAB III menjelaskan mengenai metode penelitian. BAB IV menjelaskan mengenai data percobaan. BAB V menjelaskan mengenai pembahasan dan BAB VI menjelaskan mengenai kesimpulan dari percobaan. Selain itu juga di akhir laporan terdapat lampiran yang memuat contoh perhitungan, gambar alat dan bahan yang digunakan serta blangko percobaan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kekerasan

Kekerasan sulit untuk didefinisikan karena memiliki arti yang berbeda sesuai dengan bidang pemakaiannya. Pada pengujian logam kekerasan didefinisikan sebagai ketahanan suatu logam terhadap indentasi (penekanan) sedangkan didalam mineralogi kekerasan merupakan ketahan suatu mineral terhadap goresan dengan menggunakan standar kekerasan mohs. Terdapat tiga jenis umum mengenai ukuran kekerasan, yang tergantung pada cara melakukan pengujian yaitu:

1. Kekerasan goresan (scratch hardness) atau kekerasan mohs.

2. Kekerasan lekukan (indentation hardness) menurut Brinel, Rockwell, Vicker, dan Mikrohardness Tuken atau Knoop untuk logam.

3. Kekerasan pantulan (rebound hardness) atau kekerasan dinamik (dynamic hardness)..

4

Kekerasan goresan merupakan perhatian utama para ahli mineral. Dengan mengukur kekerasan, berbagai mineral dan bahan-bahan yang lain, disusun berdasarkan kemampuan goresan yang satu terhadap yang lain. Kekerasan goresan diukur dengan skala Mohs. Skala ini terdiri dari atas 10 standar mineral disusun berdasarkan kemampuannya untuk digores. Tabel 2.1 menunjukkan skala dari kekerasan mohs. Mineral yang paling lunak pada skala ini adalah talk (kekerasan goresan 1), sedangkan intan mempunyai kekerasan 10. Kuku jari mempunyai kekerasan sekitar 2, tembaga yang dilunakkan kekerasannya 3, dan martensit 7. Skala Mohs tidak cocok untuk logam, karena interval skala pada nilai kekerasan yang tinggi. Logam yang paling keras mempunyai kekerasan pada skala Mohs, antara 4 sampai 8. Suatu jenis lain pengukuran kekerasan goresannya adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas. Cara ini merupakan metode yang sangat berguna untuk mengukur kekerasan relatif kandungan–kandungan mikro, tetapi metode ini tidak memberikan ketelitian yang besar atau kemampu-ulangan yang tinggi.

Pada pengukuran kekerasan dinamik, biasanya penumbuk dijatuhkan ke permukaan logam dan kekerasan dinyatakan sebagai energi tumbuknya. Skeleroskop Shore (shore sceleroscope), yang merupakan contoh paling umum dari suatu alat penguji kekerasan dinamik, mengukur kekerasan yang dinyatakan dengan tinggi lekukan atau tinggi pantulan.

Tabel 1. Skala Kekerasan Mohs

Mohs Scale of Hardness

Mineral

Scale Number

Common Object

Talc

1

Gypsum

2

Finger nail

Calcite

3

Copper Penny

Fluorite

4

Steel Nail

Apatite

5

Glass Plate

Orthoclase

6

Quartz

7

Streak Plate

Topaz

8

Corundum

9

Diamond

10

2.2 Kekerasan Brinell

Uji lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama selang waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus, permukaan dimana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak.Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban P dibagi luas permukaan lekuakan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah :

BHN = P = P

(πD/2) (D - √ D2d2) πDt

Dimana P = beban yang diterapkan, kg

D = diameter bola, mm

d = diameter lekukan, mm

t = kedalaman jejak, mm

Satuan dari BHN adalah kilogram per meter kuadrat. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi konsep fisika, karena rumus diatas tidak melibatkan tekanan rata-rata pada permukaan lekukan.Dari persamaan diatas dilihat bahwa d = D sin . Dengan memasukan harga ini ke dalam persamaan diatas, akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brinell yang lain, yaitu:

BHN = P

(π/2)D2(1- cos )

Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standar, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris diperoleh, sejauh besar sudut 2 tidak berubah. Tanpa menjaga P/D2 konstan, yang dalam percobaan sering merepotkan maka BHN akan bervariasi terhadap beban. Pada daerah dengan beban yang beragam, BHN akan mencapai harga maksimum pada beban menengah. Oleh karena itu, tidak mungkin menggunakan beban tunggal untuk mencakup seluruh daerah harga kekerasan yang terdapat pada logam-logam komersial. Jejak yang relatif besar dari pada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal, selain itu uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekerasan permukaan dibandingkan dengan uji kekerasan yang lain. Dilain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, dimana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).

2.3 Kekerasan Vickers

Permukaan benda uji ditekan dengan penetrator intan berbentuk piramida dasar piramida berbentuk bujur sangkar dan sudut antara dua bidang miring yang berhadapan 136º. Sudut ini dipilih, karena nilai tersebut mendekati sebagian besar nilai perbandingan yang diinginkan antara diameter lekukan dan diameter bola penumbuk pada uji kekerasan Brinell. Karena bentuk penumbuknya piramid, maka pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramidsa intan. Angka kekerasan piramida intan (DPH), atau angka kekerasan Vickers (VHN atau VPH), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan lekukan. Pada prakteknya, luas ini dihitung dari pengukuran mikroskopik panjang diagonal jejak. DPH dapat ditentukan dari persamaan berikut:

Dimana :

P = Beban yang digunakan (kg)

d = Panjang diagonal rata-rata dari bekas penekanan (mm)

θ = Sudut antara permukaan intan yang berlawanan (136o)

Uji kekerasan Vickers banyak dilakukan pada pekerjaan penelitian, karena metode tersebut memberikan hasil berupa skala kekerasan yang kontinu, untuk suatu beban tertentu dan digunakan pada logam yang sangat lunak, yakni DPH-nya 5 hingga logam yang sangat keras, dengan DPH 1500. Dengan uji kekerasan Rockwell, yang atau uji kekerasaan Brinell, biasanya diperlukan perubahan beban atau penumbuk pada nilai kekerasan tertentu, sehingga pengukuran pada suatu skala kekerasan yang ekstrem tidak bisa dibandingkan dengan skala kekerasan yang lain. Karena jejak yang dibuat dengan penumbuk piramida serupa secara geometris dan tidak terdapat persoalan mengenai ukurannya, maka DPH tidak tergantung kepada beban. Pada umumnya hal ini dipenuhi, kecuali pada beban yang sangat ringan. Beban yang biasanya digunakan pada uji Vickers berkisar 1 hingga 120 kg, tergantung kepada kekerasan logam yang diuji. Hal-hal yang menghalangi keuntungan pemakaian metode Vickers adalah: uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal. Ketelitian pengukuran diagonal bekas penekanaan cara Vickers akan lebih tinggi dari pada pengukuran diameter bekas penekanaan Brinell. Cara Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat keras.

2.4 Kekerasan Rockwell

Uji kekerasan Rockwell ini paling banyak dipergunakan di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh sifat–sifatnya yaitu : cepat, bebas dari kesalahan manusia, mampu untuk membedakan perbedaan kekerasan yang kecil pada baja yang diperkeras, dan ukuran lekukannya kecil sehingga bagian yang mendapat perlakuan panas yang lengkap dapat diuji kekerasannya tanpa menimbulkan kerusakan. Uji ini menggunakan kedalaman lekukan pada beban yang konstan sebagai ukuran kekerasan.

Metoda pengujian kekerasan Rockwell yaitu mengindentasi material contoh dengan indentor kerucut intan atau bola baja. indentor ditekan ke material dibawah beban minor/terkecil (Gambar 2.2.a) pada umumnya 10 kgf. Ketika keseimbangan telah dicapai, suatu indikasi terlihat pada alat, yang mengikuti pergerakan indentor dan demikian bereaksi terhadap perubahan kedalaman penetrasi oleh indentor, ini merupakan angka posisi pertama. Beban kedua atau beban utama ditambahkan tanpa menghilangkan beban awal, sehingga akan meningkatkan kedalaman penetrasi (Gambar 2.2.b). Saat keseimbangan kembali tercapai, beban utama dihilangkan tetapi beban awal masih tetap diberikan. Dengan hilangnya beban utama maka akan terjadi recovery parsial dan terjadi pengurangan jejak kedalaman (Gambar 2.2.c). Peningkatan kedalaman penetrasi akhir sebagai hasil aplikasi ini dan kehilangan beban utama digunakan untuk menentukan nilai kekerasan Rockwell

HR = Ee (2-7)

Dimana : F0 = beban awal minor (kgf)

F1 = beban tambahan utama (kgf)

F = beban total (kgf)

e = peningkatan kedalaman akhir dari penetrasi dimana

E = konstanta yang bergantung pada indentor,

HR = angka kekerasan Rockwell

(c)

(b)

(a)


Gambar 1. Prinsip kerja pengujian kekerasan Rockwell.

Adapun skala kekerasan Rockwell dapat dilihat pada table 2.2 berikut ini:

Tabel 2. Skala Kekerasan Rockwell

Scale

Indenter

Minor Load
F0
kgf

Major Load
F1
kgf

Total Load
F
kgf

Value of
E

A

Diamond cone

10

50

60

100

B

1/16" steel ball

10

90

100

130

C

Diamond cone

10

140

150

100

D

Diamond cone

10

90

100

100

E

1/8" steel ball

10

90

100

130

F

1/16" steel ball

10

50

60

130

G

1/16" steel ball

10

140

150

130

H

1/8" steel ball

10

50

60

130

K

1/8" steel ball

10

140

150

130

L

1/4" steel ball

10

50

60

130

M

1/4" steel ball

10

90

100

130

P

1/4" steel ball

10

140

150

130

R

1/2" steel ball

10

50

60

130

S

1/2" steel ball

10

90

100

130

V

1/2" steel ball

10

140

150

130

Uji kekerasan Rockwell sangat berguna dan mempunyai kemampuan ulang (reproducible) asalkan sejumlah kondisi sederhana yang diperlukan dapat dipenuhi. Sebagian besar hal-hal yang disusun berikut dapat diterapkan dengan baik pada uji kekerasan yang lain:

1. Penumbuk dan landasan harus bersih dan terpasang dengan baik

2. Permukaan yang akan diuji harus bersih dan kering, halus, dan bebas dari oksida. Permukaan yang agak kasar biasanya dapat menggunakan uji Rockwell.

3. Permukaan harus datar dan tegak lurus terhadap penumbuk.

4. Uji untuk permukaan silinder akan memberikan hasil pembacaan yang rendah, kesalahan yang terjadi tergantung pada lengkungan, beban, penumbuk, dan kekerasan bahan. Juga telah dipublikasikan koreksi secara teoritis dan empiris.

5. Tebal benda uji harus sedemikian hingga tidak terjadi gembung pada permukaan dibaliknya. Dianjurkan agar tebal benda uji 10 kali kedalaman lekukan. Pengujian dilakukan pada bahan yang tebalnya satu macam.

6. Daerah di antara lekukan-lekukan harus 3 hingga 5 diameter lekukan.

7. Kecepatan penerapan beban harus dibakukan. Hal ini dilakukan dengan cara mengatur daspot pada mesin Rockwell.

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Diagram Alir Percobaan

Analisa dan Pembahasan

Literatur

Kesimpulan

Data

Pengujian Kekerasan Benda Uji Pada Tiga Titik

Benda Uji

(Round Bar dan Baja AISI 1045)

Pemasangan Indentor Dan Penentuan Beban Tekan


Gambar 2. Diagram Alir Percobaan

12


3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat yang digunakan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Mesin uji kekerasan Rockwell

2. Obeng

3. Indentor berbentuk intan dan bola baja

3.2.1. Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah:

1. Round Bar

2. Baja AISI 1045

3.3. Prosedur Percobaaan

  1. Mempersiapkan benda uji yaitu round bar dan baja AISI 1045
  2. Memasang indentor bola baja (Diamond Cone Indenter) dengan skala pembebanan 150 kgf dan meletakan benda uji (Round Bar) pada posisi yang benar.
  3. Mengatur posisi jarum pada titik nol pada mesin rockwell.
  4. Melakukan proses pengujian
  5. Mencatat nilai kekerasan pada 3 titik dan dihitung nilai rata-ratanya.
  6. Melakukan pembahasan dan menarik kesimpulan
  7. Pengujian Kedua prosedurnya hampir sama bedanya indentor berupa bola baja dengan pembebanan sebesar 100 Kgf.

BAB IV

DATA PERCOBAAN

4.1 Data Percobaan

Tabel 3 Data Percobaan

No

Bahan

Beban

( kgf )

Hardness

Hardness

Rata-rata

37 HRC

1

Round Bar Steel

150

39 HRC

38 HRC

38 HRC

87 HRB

2

Baja AISI 1045

100

87 HRB

39,16 HRB

88 HRB

14


BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pembahasan Data

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan untuk pengujian pertama, material Round Bar dilakukan pengujian dengan menggunakan mesin uji kekerasan Rockwell dengan indentor intan (skala C) dengan standar pembebanan 150 Kgf. Pengujian dilakukan pada tiga titik kemudian didapatkan rata-rata hasil kekerasan yaitu 38 HRC. Berikut ini grafik nilai kekerasan pada baja Round Bar dengan uji kekerasan dengan mesin Rockwell skala C.

Gambar 3. Nilai Kekerasan Baja Round Bar Dengan Uji Rockwell Skala C.

Percobaan kedua menggunakan baja AISI 1045 dengan menggunakan indentor bola baja (Steel Bar) dengan diameter 1/16’ dimana didapatkan hasil kekerasan rata-rata 87.3 HRB. Nilai kekerasan baja AISI 1045 dapat dilihat pada Gambar berikut:

15


Gambar 4. Nilai Kekerasan Baja AISI 1045 Dengan Uji Rockwell Skala B

Tabel 3 menunjukan hubungan pendekatan kekerasan pada baja (Approximate Hardness Relations For Steel).

Tabel 3. Hubungan Kekerasan pada Baja(Approximate Hardness Relations).

Rockwell

Skala C (150Kg)

Skala B (100Kg)

Tensile Strength

37

39

38

50.3

50.3

51

73.5

75

74

87

87

88

65.000 Psi

70.000 Psi

68.000 Psi

86.000 Psi

86.000 Psi

88.000 Psi

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa kekerasan baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja round bar.Pada baja round bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi, peningkatan nilai kekuatan tarik ini memiliki hubungan dengan kekerasan baja, semakin kuat baja maka nilai kekerasan juga semakin tinggi.


BAB VI

KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yairu:

1. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan rata-rata 87.3 HRB dan baja round bar kekerasan rata-ratanya adalah 38 HRC.

2. Baja AISI 1045 memiliki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan baja berbentuk round bar dengan pendekatan terhadap kekuatan tarik dimana pada baja round bar kekuatan tarik rata-rata adalah 67.670 Psi dan pada baja AISI 1045 memiliki kekuatan tarik rata-rata 86.340 Psi.

17


DAFTAR PUSTAKA

1. Koswara, Engkos. “Pengujian Logam” Humaniora Utama Press Bandung, Bandung. 1999

2. Djaprie , Sriati . “ Metalurgi Mekanis “ jilid 1 Erlangga , Jakarta . 1992

3. Buku panduan praktikum Laboratorium Metalurgi II FT. UNTIRTA , BANTEN ( 2008)

4. Bradbury, “Dasar Metalurgi Untuk Rekasasawan” PT. Gramedia Pustaka Utama. 1997

5. Djaprie, Sriati. “Teknologi Mekanik” jilid 1 Erlangga, Jakarta. 1992

6. Avner, S.H., “Introduction to Physical Metallurgy”, Mc. Graw-Hill, New York, 1964.

18


LAMPIRAN

LAMPIRAN A. Contoh Perhitungan

1. Menghitung rata-rata hardness pada bahan baja AISI 1045 dan baja Round Bar.

a. Baja AISI 1045 kekerasan = 87+88+87 = 87.3 HRB

3

b. Baja Round Bar kekerasan = 37+39+38 = 38 HRC

3

LAMPIRAN B. Jawaban Pertanyaan

1. Jelaskan tentang pengujian kekerasan :

a. Cara goresan Mohs

Adalah mengukur kedalaman atau lebar goresan pada permukaan benda uji yang dibuat oleh jarum penggores yang terbuat dari intan dan diberi beban yang terbatas.

b. Cara Indentasi menurut BrinNel, Rockwell, Vickers, dan Meyer serta mikrohardness Tuken atau knoop logam

2. Untuk cara Indentasi Brinell adalah pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg.

3. Untuk cara Indentasi Rockwell adalah pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan indentor intan atau bola baja berdiameter 1/16 “ dengan beban awal 10 kgf kemudian ditambahkan beban lain sehingga terjadi penetrasi yang lebih dalam. Setelah beban kedua dihilangkan, dihitung perubahan yang terjadi. Sehingga didapat angka kekerasan Rockwell dari perubahan kedalaman akhir dengan tebal logam.

4. Untuk cara Indentasi Vickers adalah dengan menggunakan penumbuk piramida intan yang dasarnya berbentuk bujur sangkar.

5. Untuk cara Indentasi Meyer adalah uji kekerasan berupa pembentukan lekukan pada luas proyeksi jejak, bukan luas permukaannya.

6. Untuk cara Indentasi Knoop adalah intan kasar yang dibentuk menjadi piramida sedemikian hingga dihasilkan lekukan bentuk intan dengan perbandingan diagonal panjang dan pendek adalah 7:1.

7. Jelaskan kerugian metode pengujian secara :

a. Indentasi Vickers

Adalah uji kekerasan Vickers tidak dapat digunakan untuk pengujian rutin karena pengujian tersebut lamban; memerlukan persiapan permukaan benda uji yang hati-hati ; dan terdapat pengaruh kesalahan manusia yang besar pada penentuan panjang diagonal.

b. Metode skleroskop

Metode ini tidak dapat memberikan nilai yang akurat dalam pengujian terhadap logam yang keras.

8. Bagaimana hubungan antara kekerasan dan ketahanan aus pada logam?

Kekerasan semakin tinggi maka logam terserbut mempunyai ketahanan aus yang tinggi. Hal ini disebabkan struktur mikro pada logam yang keras lebih kecil dan dislokasinya lebih banyak sehingga untuk mengalami keausan akan lebih sulit.

9. Mengapa terhadap benda uji, beban pengujian kekerasan Rockwell yangdiperlukan dapat berbeda-beda?

Karena kekerasan Rockwell tidak tergantung pada beban dan penumbuk, maka diperlukan keterangan mengenai kombinasi yang digunakan.

10. Jelaskan cacat-cacat pada jejak uji kekerasan?

Adanya inklusi, dislokasi, dan distorsi yang terjebak pada batas butir yang berbentuk cacat bidang atau cacat dua dimensi.

11. Jelaskan penurunan rumus BHN?

BHN = P

(πD/2) (D - √ D2d2)

Dimana P = beban yang diterapkan, ( kg )

D = diameter bola, ( mm )

d = diameter lekukan, ( mm )

Jika dilihat pada gambar 2.1,dapat diketahui bahwa d = D sin φ. Maka dengan memasukkan harga ini rumus BHN di atas menjadi,

LAMPIRAN C. Gambar Alat dan Bahan

Gambar 5. Mesin Uji Kekerasan

Gambar 6.Round Bar

Gambar 7.Baja AISI 1045